Pernahkah anda mendapatkan kritikan? Kalau saya jujur sering
sekali. Bagaimanapun lembutnya sebuah kata kritikan pasti menyakitkan bagi
orang yang menerimanya. Kita tahu tujuan orang tersebut mengkritik kita
sebenarnya baik, yaitu agar kita menjadi orang yang lebih baik.
Sungguh seorang akan sangat berterimakasih sekali saat orang
lain mengkritiknya apabila ia sudah merasakan dahsyatnya manfaat kritikan
tersebut. Tapi kebanyakan justru merasa bahwa kritikan adalah sebuah judging
atau penghakiman atas kepribadian orang lain. Saya katakan TIDAK, tidak jika
kita betul-betul melihat kritikus adalah penyeimbang sekaligus pemerhati setiap
tindakan kita.
Bisa dibilang kritikan adalah pembangun semangat jiwa untuk
tetap berlomba-lomba dalam kebaikan. Sekaligus ujian keikhlasan kita dalam
menjalani kehidupan kita. Saya punya suatu kisah, yaitu seorang yang dulunya
pendosa kelas kakap. Terlahir dari keluarga sederhana dan lingkungan biasa saja
membuat dia menjadi orang yang umum. Saking umumnya ia selalu menganggap
perbuatan dosanya adalah perbuatan umum orang kebanyakan. Suatu saat ia
merasakan tamparan yang Allah kirimkan sebagai pengingat untuknya. Kepompong
dari jiwanya pun mulai tumbuh sayap menandakan ia berproses menuju kedewasaan.
Ia mulai sadar bahwa setiap tindakan yang ia lakukan di masa
lalunya adalah perbuatan yang tidak disukai Tuhan bahkan dibencinya. Ia
menemukan jati dirinya dengan pendekatan religius yang ia dapatkan. Ia mulai
percaya diri menjalani kehidupannya dan tak mau mengingat masa lalunya yang
kelam. Ia justru mengajak banyak orang untuk menebarkan benih kebaikan
bernafaskan illahi.
Suatu hari ia melakukan dosa kecil yaitu dengan menyakiti
hati saudaranya tanpa ia sengaja. Lalu, ia mendapat kritikan hebat dari
saudaranya itu. Sebuah kritikan yang mengguncang jiwa dan memanaskan hatinya.
Ia sampai tak bisa meneteskan air mata saking marahnya. Bagaimana tidak?
Saudaranya membuka luka lama tentang dosa-dosa yang diperbuatnya dulu. Dosa
ketika ia menjadi manusia hina tak kenal agama dengan baik. Ia terpukul karena
tak menyangka saudaranya itu justru mengingat masa lalu bukan masa sekarangnya.
Kalian tahu berapa lama ia menghilangkan kritikan itu dari
otaknya? Sangatlah lama, karena disaat ia sibuk memperbaiki diri justru datanglah
ujian lewat kritikan tersebut. Kritikan yang terngiang selalu dalam benaknya
untuk terus mengingat masa lalunya.
Ia pun bertanya pada seorang yang ia rasa mampu mengobati
lukanya itu. Jawaban inilah yang membuatnya melupakan rasa sakit itu.
“Jika kita tidak bisa meniru amalnya para ulama dan orang
shalih, maka tirulah taubatnya para pendosa” Dua-duanya dicintai Allah.
Lihat bukan betapa cintanya Allah terhadap hambanya. Jangan
terpaku dengan penilaian manusia tapi Rabb yang menciptakan dan memberikan
kehidupan. Kritikan itu seperti percikan embun yang menyegarkan daun-daun jiwa
kita.
Bentuk ujian bermacam-macam dan bisa
lewat siapapun, bisa jadi peringatan bahkan peningkatan level keimanan kita.Memang begitulah ujian keikhlasan,
tidak perlu disebut seperti layaknya surat Al-ikhlas yang tidak ada sedikitpun
kata ikhlas.Jangan sibuk menilai diri, bukalah
penyesuain diri dengan penilaian Allah.Semoga kita termasuk hamba-hambanya
yang mengambil pelajaran dalam setiap ujian. Amin
0 comments:
Posting Komentar